Langsung ke konten utama

SENIMAN RIAU KEHILANGAN IDENTITAS

Opini Rupa-rupa (Part 1)
Masih adakah seni rupa dirumpun melayu yang digadang-gadangkan banyak pelaku yang beraktifitas disana?
Kepentingan saya mereview ini, agar kita sama-sama menemukan formula yang cocok untuk bisa kita pergunakan, sebagai bahan diskusi/obrolan/tukar pikiran/munculnya suatu masalah. Penulisan dengan tuturan langsung yang tidak ilmiah dan tidak bisa dipertanggungjawabkan secara akademik, keasliannya hanya dipas-paskan pada kejadian semata, tapi ini bukan candaan/humor/satir/menyindir. Hal yang tertulis dibawah salah satu upaya menemukan pemetaan wacana tertentu yang mungkin tepat, untuk bisa segera diracik menjadi tulisan Ilmiah. Tulisan ini tidak bermaksud menyinggung nama, komunitas, instasi, apabila ini menyinggung berarti ini langkah awal, baru akan dimulai. dan tulislah keberatan/saran/sanggahan/kritikan bila perlu, dikolom komentar.
Saya baru saja menghadiri acara yang cukup menarik dibenak saya saat itu (24/8), tepatnya tadi mala., acara tersebut ditaja salah satu komunitas seni, sebut saja SIKARI (Sindakat Kartunis Riau) yang diberi judul “Cerita Kreator visual Pekanbaru diera revolusi Industri 4.0” disalah satu kedai kopi terkenal Pekanbaru, acapkali mengahadirkan sejumlah acara diskusi, yang berbobot pokoknya. Awalnya saya berfikir, ini pasti membicarakan tentang hal-hal atau gagasan besar, tentang bangaimana seorang kreator/seniman memiliki kemampuan dalam mengatasi masalah Industri era digital, (baik konsep karya atau karya yang terbarukan), yang bakal muncul disana. Kemungkinan besar ada sesuatu Ilmu pengetahuan yang segar hadir disana (masih harapan saya), ya, seperti solusi mengatasi masalah gitu lah, yang sedang terjadi di era rovolusi digital kini, gonjang ganjingnya lah. Acara tersebut dibawakan atau pembicaranya oleh insan-insan seni muda yang berbakat dan berbahaya dengan segudang prestasi di Pekanbaru dan nasional, dengan keberagaman aktifitas mereka, ada muralis, kartunis, komikus.
Sebelum mereka (pembicara) menutur, acara tersebut dimoderatori oleh Ketua Sikari yang dikenal dengan nama EkoFaizin seorang kartunis di Pekanbaru. Setelah saya mendegar penuturan mereka dan saya menyimak satu-satu persatu ulasannya, kendati saya tidak dibekali rekaman atau mengunakan rekaman, jujur saya sangat kecewa dengan uraian semuanya, alias meleset nih, ini diluar ekspetasi harapan saya tadi, tentang kedudukan kreator seni visual di Era rovolusi Industri 4.0 (versi saya loh) lalu mereka bercerita, Kenyataannya yang saya dengar adalah lebih kurang begini. “saya melakukan ini karena permintaan pasar dan keinginan pasarlah yang saya turuti” ujar salah satu narasumber saat sesinya berbicara. Yang lainya, banyak memperlihatkan segudang prestasi, seperti brand image yang pernah dilakukan seperti sebentuk portfolio karya gitu, yang beragam hasilnya, sesuai pesanan dari tahun ke tahun. Mungkin tidak ada yang salah dengan pembicaraan mereka, dan mungkin kenyataan demikian lah yang mereka punya untuk dibicarakan, tidak ada setingan, dan begitulah mereka memahami seni yang mereka usung saat ini, dipahami demikian oleh mereka, yang mengaku sebagai seniman (berulang kali mereka ucapkan pada sesinya), pembicara dengan beragam latar belakang selain berprofesi sebagai seniman visual.
Begitu ada kesempatan, saya bertanya hal paling dasar/ringan yang mungkin pertanyaan yang tidak kritis-kritis banget lah, dan tidak mencolok (curi panggung maksudnya), sambil bersembunyi dibawah bayangan lampu, saya berujar bukan tentang hal-hal yang mereka bicarakan sih intinya., saya ingin mereka keluar dari hal-hal mereka suarakan tadi, maunya gitu. Setelah prolog pembuka dari saya, mengapresiasi kegiatan yang mereka lakukan,.bla..bla, lalu saya bertanya beberapa poin diantaranya, 1. Apakah yang kalian produksi adalah produk seni/karya seni? Sejauh mana relevannya produk seni yang kalian buat dengan revolusi indrustri 4.0? Bagaimana caranya mengkaitkan seni dengan kehidupan dimasyarakat? Apakah indentitas seni/kebentukan yang kalian buat bisa dikatakan sebagai produk seni? yang pada akhirnya, bisa mengantarkan kalian memiliki nilai tinggi secara ekonomi (pastinya) di mata industri/market? Itu lebih kurang inti pertanyaan saya, walaupun redaksinya tidak lengkap seperti demikian, kalo ada yang punya rekaman mungkin terdengar berbeda kali ya, saya mulai khawatir kalo ada yang merekam.
Lalu moderator mempersilahkan para pembicara menyampaikan jawabannya, salah satu diantara mereka berujar, Begitu saya mendegar jawabannya, saya lebih terkejut lagi, diantara mereka bertiga ada yang menjawab, seperti ini “kami seniman selalu memperlakukan karya seni kami dengan cara yang mudah diterima oleh masyarakat, dan keinginan perusahan yang mengiinginkan karya-karya kami, lalu kami membuatnya (permintaan pasar, maksudnya) dan kami harus cari makan disana, kalo ini adalah masalah Idealis berkesenian, kami akan memisahkan karya yang idealis dan karya yang komersil, yang menjadi pembeda disana, kami tetap senimannya/kreatornya, kan tidak realistis rasanya ketika kami ingin berkesenian/berkarya sedangkan perut kami sedang lapar” iya juga sih dalam hati.
Duh, kok jawabannya sebegitu lugas ya, atau polos?, berkaitan dengan pertanyaan saya, walaupun itu pertanyaan yang sudah saya rancang, sebelum datang kesana, niat baik tetap penuh, niat buruk dikit, mau ngelitik-gletik dikit lah, maksudnya. Ternyata inti pertanyaan saya tidak mereka kuasai dengan baik (versi saya loh), mungkin pertanyaan saya terlalu jauh melenceng dari apa-apa yang mereka bicarakan atau pahami (lo salahkamar)
Baiklah, setelah saya tersadar menyampaikan pertanyaan tadi, dengan bertanya-tanya hal-hal yang tidak ada kaitannya, alias ga nyambung, sadarnya gitu: setelah mengajukan pertanyaan. Lalu saya kembali seruput kopi vietnam yang manis, karena dikasih susu. Saya lalu menyimak apapun yang mereka sampaikan apakah itu jawaban atau ulasan/kesimpulan yang panjang lebar mereka sampaikan hingga ditutup oleh moderator. Jujur banget nih, saya suka kopinya, gratis pula, terimakasih Sikari. Tiba2 datang sesosok orang disebelah saya, lalu berujar, akrabnya sih dipanggil ucok, “bang kalo seniman banyak diRiau bang, tapi ga dengan karyanya” logat melayubatak, lah maksudnya cok?, lah kok bisa? lanjut “Itu didaerah kawasan tertentu diPekanbaru, banyak yang mengaku-aku seniman tapi tak pernah punya karya, pernah pameran tapi sekali setahun” cukup tu cok, cukuplah, salahnya emangnya dimana? Sepertinya ucok berusaha menyakinkan dengan membuat suatu kesimpulan sendiri, lebeling seniman masih jadi incaran bang walaupun tak pernah berkarya atau tak tahu apa itu seni, walaupun baru hanya bisa mensketsa bang, KTP awak aja SENIMAN bang, gitu ya? telan ludah deh..bersambung
Salam, Pekanbaru, 25/8/2019
bukan Penulis atau Pengamat Seni
Fachrozi Amri, S.Sn, M.Sn

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Warisan Melayu (Portofolio Perkumpulan)

 

Filsafat Seni - SIMBOL MUSIK

(dalam Tugas Filsafat Seni ) Oleh : Muhammad Fauzan A.Md,Sn Assalamualaikum... SIMBOL MUSIK E mosi yang di rasakan menjelma di dalam Simbol Bunyi ( musi k). Interprestasi bunyi,...? pernahkah kita marah besar dengan seseorang dengan volume lemah sambil mengatakan kata pujian..? mungkin saja ada, tetapi ekspresi marah yg kita ungkapkan tidak berhasil dan disangka itu adalah sebuah kemarahan. Begitu juga dengan ekspresi bunyi, walaupun suatu interprestasi membutuhkan ‘ file memory’ tentang apa yang akan ia duga dengan sesuatu yang pernah ia alami misalnya, anak bayi tidak akan pernah menyangka datang ( baca : bunyi) segerombolan lebah dari luar rumahnya sedangkan ia tak pernah sebelumnya mendengar bunyi lebah, akan tetapi bisa jadi ia menduga ( baca : imajinasi) bunyi tersebut adalah sesuatu yang ‘menakutkan’ sedangkan ia tidak memikirkan objek yang berbunyi . Dalam musik ( ilmu) telah ada istilah-istilah baku tentang ekspresi suatu karya misalnya volume pelan disimbo

Komunitas Biola Pekanbaru

Informasi umum untuk Anggota Komunitas Biola Pekanbaru Komunitas Biola Pekanbaru merupakan wadah bagi para pelaku/penikmat/penggiat musik (musisi) pada bidang biola. Komunitas sosial ini didirikan pada tahun 2012 pada bulan juli oleh beberapa musisi yang ada dipekanbaru bersama dengan teman-teman melakukan Pelatihan, Workshop, Penampilan musik, dan kegiatan sosial lainnya. Kita bertekad mengembangkan musik pada bidangnya dan melakukan pengabdian kepada masyarakat luas dan kota pekanbaru pada khususnya. Diantara bentuk kegiatan tersebut ialah : - Menjalin silaturahim antara pemain biola - Membangun / melatih skill individu / kelompok - Memberi / menerima ilmu dan informasi tentang biola & musik - Mengadakan kegiatan sosial baik kegiatan musik ataupun kegiatan umum - Menunjang sebagai media kreativitas musik Syarat bergabung menjadi Anggota di Komunitas 1.       Memiliki instrument/ alat bantu pendukung lainnya : ( Biola, Stand, & Alat tulis) 2.