(Sebuah tulisan Yang berawal dari MADING KAMPUS - AKMR)
Survey hot Malu 02-Feb-2015
Special edition
Terbitan ke-6
Apakah anda
mulai membaca tulisan diatas (baca: ulal asam) dari kanan-ke kiri atau dari
kiri-ke kanan…??
Kemudian dari
mana anda mulai membaca tulisan (baca: judul) yang singkat diatas, dari awal-keujung atau
sebaliknya (ujung ke awal)…?? Jawabannya, Anda sampai diujung padahal anda
berada di awal.
Tulisan ini
berisi apreciation up date tentang
tanggapan, saran dan realnya yang terjadi, pada masa lalu. Tentang apa yang anda, dan orang lain kerjakan pada masa
lalu dan kini…. Atau jangan dulu kita keluarkan pertanyaan itu. Sekarang kita
berada dimana..??
PENGUMUMAN
Anda sekarang dimasa kini dan selamat
tinggal masa lalu…!!!
Spirit of the future
Oke, saya mulai dari kata
‘oke’
PARADOKS, “ .”
Polisi… “katanya tangkap penjahat, jadi penjahat pula”
Guru seni… “katanya pandai mengajar saja, seni itu
teori ”
Mahasiswa… “katanya main-main pun dibilang belajar”
Smartphone… “katanya ponsel pintar, manusia pula yg bodoh”
Mading… “katanya majalah dinding, sejak kapan dinding
produksi majalah”
Maling… “katanya ambil punya orang lain, kalau minta
diam-diam beda”
Autis… “katanya aneh, ada normal tapi ngurus orang
lain”
Katanya… ada penyair yang ngaku jadi “binatang jalang”
Kita harusnya hidup normal. Itu kata orang aja…
“Terkadang
kita sering berjumpa, bertanya puisi apalagi yang sedang ditulis dan kapan lagi
puisi akan kita dibacakan. Begitu besarnya peran (baca: pengaruh) kata-kata sehingga banyak orang tertidur
sambil berlari, berbicara sedangkan ia makan, melompat sambil tertidur
sedangkan ia mandi, mengetik sambil bernyanyi, padahal… bukan ada satupun yang
membaca dan mendengar puisi kita itu, lantas apa…? Mari kita berpikir sejak
kapan orang-orang tertidur sambil berlari hingga mengetik sambil bernyanyi.
Tidakkah kita sadar puisi-puisi kita itu terlahir dari perilaku orang-orang itu
juga dan bukan karena puisi itu lantas mereka menjadi gila, kita pun gila
karena merekalah yang lebih dahulu menunjukkan gila nya pada kita, merekalah
yang menyumbangkan ide-ide gila kedalam puisi kita itu”.
Perlu diketahui bahwa tulisan
ini agak tidak bermutu, tidak berdasar, tidak ada tujuan karena pada hari kedua
tulisan ini ditulis saya bertanya pada diri sendiri:
1.
“ Buat apa
terlalu “kreatif” membuat tulisan hingga beberapa lembar yang menguras waktu,
tenaga, pikiran sampai tulisan ini dianggap (bagi saya) sesuatu yang brilian,
revolusioner, apresiatif, dll…?
“Padahal mudah”, banyak yang lebih
brilian, lebih rovolusioner, lebih apresiatif, dll… misalnya :
A. saya copy paste saja beberapa tulisan di situs internet.
B. saya tempel
saja beberapa lembar buku yang menarik.
C. saya tempel saja beberapa
lembar artikel/foto yang menarik.
D. saya promosikan
kepada penggiat tulisan membuat tulisan yg menarik.
Jika seksama, jawaban saya lebih banyak
daripada pertanyaan yang ada ditulisan ini. Artinya apa yang saya lakukan jauh lebih
mudah bila pembaca yang melakukan. J padahal kalian mampu melakukan dan tak ada
yang dirahasiakan.
(“Ini sudah mulai masuk pada tema tulisan YAITU”) :
Saya merasa dengan tema sangat
cocok untuk lingkungan ini. Saya minta maaf
sebelumnya ini bukan ajang eksistensi, bukan ajang singgung-menyinggung
tapi sebagai apapun saya hanya mencoba menyumbangkan pikiran kepada kita-kita
sekalian didalam tulisan ini. Ya karena saya merasa kita telah melakukan hal
yang cukup paradoks, mengira yang berisi kita anggap dan yang kita anggap berisi.
Sejauh ini kita masih hidup
normal dan sangat normal (setidaknya saya) baik itu kebutuhan jasmani dan
rohani tercuman hidup tidak normal lebih menikmati bagi kita (setidaknya siapa
saja). Misalnya saya harus mencari kayu bakar kedalam hutan padahal saya punya
kompor gas didalam rumah atau saya harus melepas mesin motor kemudian saya
pasang kayuh dan rantai agar serupa dengan sepeda..? padahal ini tidak masuk di
akal tetapi terkadang kita menikmati hidup yang seperti ini. Coba bayangkan,
saya letih menulis ini padahal saya bisa meng-copy paste tulisan yang menarik di internet.
Kalau
menurut saya kita-kita punya hubungan yang baik satu dengan yang lainnya itu
menandakan kita adalah mahkluk social.
Kita bertanya supaya ada yang menjawab dan kita menyatakan supaya ada yang
bertanya atau semua kita bertanya sekaligus menyatakan tetapi intinya kita
mahkluk social yang dalam kutipan
hadist (*perkataan Muhammad Rasulullah, agama: Islam) ialah : “sesama saudara itu saling ingat-mengingatkan”.
Apa peran kita dengan yang lain kita coba jelaskan dengan bahasa satu dengan
yang lain, maksudnya ialah saya ingin bertanya kepada kita-kita disini
bagaimana cara kita berkomunikasi, padahal setiap hari kita semua bicara tak pernah
diam, tak pernah berhenti bergerak, tak pernah bisu.
Jikalau didalam karya saya
boleh memberi ilustrasi, kita-kita punya pesan didalam karya entah itu di atas
batu, di atas kanvas, di depan microphone,
di depan laptop, di bawah pena, di dalam topi, di balik resleting, di luar speaker, di samping siku, di dalam kayu
yang bertali, di luar kulit yang berkayu. Pesan sudah terkirim sampai
kemana-mana ada yang terlihat ada juga terdengar namun sayang belum terbalas, entah ditanya kembali atau
dinyatakan kembali atau habis begitu saja. Yang saya rasakan seolah-olah kita
tidak menggunakan ruang sebagai media komunikasi lantas buat apa kita berpikir
dan letih, bukankah kita mahkluk social.
Ilustrasi yang tidak mutlak saya contohkan, apakah lebih penting penilaian A
dan C tidak menjadi pesan komunikasi padahal cuma dari satu atau tiga orang
yang memberikan nilai, sehingga saat orang lain mendengar dan melihat sesuatu
yang tidak menjadi pesan dan komunikasi tersebut (anggap saja sebuah karya)
hanya sebuah ke dan setelah
itu habis padahal disaksikan 20-30 orang, sedang orang itu ingin bertanya dan
menyatakan pesannya didalam karya tersebut lalu kemana ia harus mengirimnya.?
Kita paradoks menerima ke ini. Semua kita mencoba mengerti
apa masalah dan persoalan yang dihadapi, tidak bisa dilupakan kita ini mahkluk social. Mari kita bicara dengan ‘bahasa
kita’ dengan bahasa yang bisa kita mengerti. Saya contohkan karena saya pelihara
kucing dirumah, Sedangkan kucing saja membuat pola komunikasi ketika akan
meminta makan bahwa dia sedang kalaparan padahal dia tidak bisa Berbahasa
Indonesia apalah lagi kita (manusia) tetapi, kita sering menganggap bahasa
bunyi maupun gerak (contoh untuk bahasa kucing) cukup membuat anggapan kita
untuk orang lain mengerti, bahagia, dan sesuatu yang Waaw… padahal kita semua
manusia bukan kucing. Itulah sebabnya kucing lebih dimengerti karena simple dan
sederhana. Mmm… L “Maaf kucing,
kadang-kadang manusia juga salah kaprah”
Saya berusaha tulisan ini umum
se-umum umumnya tidak menyentuh apapun sebagai sesuatu apapun, sehingga
kita-kita yang membaca tidak dapat menduga-duga dan mencoba untuk merundingkan
tulisan ini. Padahal dari awal saya berbicara persoalan komunikasi tetapi
tulisan dengan tema tidak
perlu kita-kita menjawabnya seolah-olah ada yang ingin menjawab pesan
komunikasi dari saya, itu namanya kita mencoba hidup normal. aneh
Tentu penyelesaianya apa yang
mungkin kita tanyakan, namun saya tidak mau menuliskannya disini sedangkan saya
tahu dari sedikit hingga banyak jawabanya (baca: sok). Biar kita-kita terlena
dulu, menikmati dulu, santai-santai dulu padahal kita berkeringat waktu,
pikiran dan tenaga dalam menyampaikan pesan. Anggap saja saya baru mengutarakan
pertanyaan pada hal-hal yang baru beberapa hari ini saya saksikan yang tentunya
kita-kita juga yang menjawabnya.
Terima kasih Pembaca yang tak budiman,
okeh…
Redaksi Ulal Asam, Muhammad Fauzan
Amd. Sn
Harap tidak mengganggu tulisan ini, karena
tulisan ini bertanggung jawab dan mendapat izin pada mading terkait.
Terinspirasi
dari kisah nyata melihat proses latihan dan ujian di AKMR/STSR 2015J
Komentar
Posting Komentar
Apa komentar mu...?